Yesus-kah
yang Disalibkan?
Memasuki Pekan Suci merupakan
kesempatan berharga untuk merenungkan kasih Tuhan dalam hidup kita melalui
rangkaian perayaan liturgi Trihari Paskah. Liturgi Gereja dan bacaan yang kita
renungkan akan tetap sama. Namun, aneka konteks dalam hidup dan situasi dunia
sekitar kita juga akan membantu kita memahami misteri Paskah Kristus dengan
lebih baik dan variatif. Bila pada tahun 2003 pemahaman dan keyakinan iman kita
akan Yesus Kristus seakan ditantang oleh Dan Brown yang menghembuskan dongeng The
Da Vinci Code, pada tahun 2004 Mel Gibson membantu kita memahami sengsara
Tuhan Yesus menjadi lebih gamblang melalui film The Passion. Dan dalam
konteks dekat perayaan Paskah 2009 ini kita `disentil' oleh film The Messiah
yang telah dirilis tahun lalu di Iran, kendati saat ini belum diputar di
Indonesia. Aneka diskusi dan wacana di milis dan media online telah diangkat
agar umat Katolik siap mental menghadapinya manakala film tersebut diputar di
Indonesia. Berikut saya sajikan hasil studi dan refleksi sederhana saya
mengenai kontroversi dalam film The Messiah ini dengan harapan bisa menjadi
bacaan rohani selama pekan suci sehingga kita bisa semakin mensyukuri karya
penebusan Kristus yang telah ditawarkan senantiasa kepada kita.
TANDA YANG MENIMBULKAN PERBANTAHAN
Sewaktu berumur 40 hari bayi Yesus
dipersembahkan di Bait Allah, seorang benar yang sudah lanjut usia bernama
Simeon, menyambut dan menatang-Nya. Kepada Bunda Maria, Simeon menyatakan
nubuatnya tentang masa depan Anak itu, “Sesungguhnya Anak ini ditentukan
untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi
suatu tanda yang menimbulkan perbantahan - dan suatu pedang akan menembus
jiwamu sendiri - supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang” (Luk 2:34-35).
Dan nubuat Simeon ini terbukti, bukan hanya sewaktu Yesus masih hidup dan
mengajarkan kasih, bukan hanya sewaktu Dia wafat di kayu salib dan bangkit
kembali, bukan hanya setelah para pengikut-Nya menyebarkan kabar gembira
ini, bukan hanya saat Gereja awali dikejar-kejar dan dianiaya oleh orang Yahudi
dan penguasa Romawi, melainkan sampai hari ini! Yesus akan senantiasa menjadi
tanda yang menimbulkan perbantahan agar menjadi nyata pikiran hati banyak
orang.
Karena itu, bukanlah hal yang
mengherankan bila karena nama Yesus, seorang Kristen mungkin saja akan dibenci
dan dimusuhi oleh orang sekitarnya. Tetapi jauh-jauh hari Dia sudah
mengajarkan, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya
dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah
karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang
sebelum kamu” (Mat 5:11-12). Bahkan kepada para murid-Nya, Dia juga sudah
mengingatkan, “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap
orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.
Mereka akan berbuat demikian, karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun
Aku” (Yoh 16:2-3). Ya, Yesus akan senantiasa menjadi tanda yang menimbulkan
perbantahan.
Salah satu perbantahan di dunia
modern ini adalah mempertanyakan historisitas peristiwa Yesus dari Nazaret.
Kita masih ingat bagaimana dongeng yang diciptakan oleh Dan Brown (2003) dalam The
Da Vinci Code laris-manis, baik novel maupun filmya, termasuk di Indonesia.
Dikisahkan bahwa Yesus yang disalibkan itu ternyata tidak sungguh mati. Dia
hanyalah mati suri; argumen Dan Brown karena kaki Yesus tidak ikut dipatahkan
sehingga bisa siuman lagi, lalu melarikan diri dengan Maria Magdalena dan
keduanya pun menikah, punya keturunan dan mereka harus mengasingkan diri ke
Perancis, dsb, dsb. Novel ini sebenarnya mempromosikan ajaran sesat Gnostisme
(yang akan kita lihat sekilas pada bagian bawah) untuk manusia modern ini
menjadi novel bestseller dan filmnya masuk box office. Fenomena ini membenarkan
apa yang tertulis dalam 2 Timotius 4:3-4, “Karena akan datang
waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan
mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan
telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan
membukanya bagi dongeng.”
Dan berita terakhir adalah
dirilisnya film The Messiah di Iran (2008) yang mengisahkan hidup Yesus menurut
versi Islam; sehingga di akhir cerita tentang penyaliban, disajikan dua versi;
versi Kristen dan tentunya versi Islam, dimana bukan Yesus yang tergantung di
kayu salib, melainkan Yudas Iskariotlah yang “diserupakan wajahnya seperti”
Yesus dan mati di kayu salib. Sementara Yesus sendiri sebelum penyaliban itu
telah lebih dulu diselamatkan oleh Allah. Kenapa? Alasannya adalah tidaklah
adil bila Allah membiarkan nabi utusan-Nya yang saleh ini (Nabi Isa .A.S.) mati
ternista di kayu salib. Kisah versi demikian tidak perlu mengherankan karena
film The Messiah ini konon bersumber pada Quran dan Injil Barnabas.
Seperti halnya novel dan film The
Da Vinci Code laris-manis di Indonesia, bisa dipastikan film The Messiah
ini juga akan masuk box office begitu mulai diputar di Indonesia. Dan bila
dibukukan, pasti bakal segera cetak ulang! Pertanyaan untuk kita sendiri,
akankah sensasi-sensasi fiksi dalam novel dan film demikian akan menggoncangkan
iman kita akan Yesus Kristus yang telah menumpahkan darah-Nya di kayu salib
untuk menebus dosa kita (Ibr 9:14; 1 Ptr 1:19)? Kita masing-masing yang tahu
jawabannya. Lebih dari itu, kita memang dituntut agar senantiasa berani
mempertanggungjawabkan iman dan harapan kita akan Yesus Kristus (1 Ptr 3:15),
termasuk kepada semua yang menggugat dan mempertanyakannya. Dan tulisan ini
dimaksudkan sebagai upaya kecil untuk ikut mempertanggungjawabkan iman kita
akan Yesus Kristus yang telah kita warisi bersama dari para rasul dan Gereja
awali. Maka marilah kita juga mohon penerangan Roh Kudus agar kita juga
dibimbing-Nya agar kita pun “mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang
diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu
manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang
kepada kebenaran, di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah
Dia, Kristus, yang adalah Kepala (Gereja)” (Ef 4:13-15).
Bagian
I
Seputar
Penyaliban Yesus dalam Injil Kanonik
Pada bagian pertama ini kita akan
melihat makna penyaliban Yesus dalam perspektif iman Kristiani seperti
termaktub dalam Kitab Suci. Di sini tidak dibahas soal proses penyaliban Yesus
(lih. Mrk 14:10-15:47 dan paralelnya), melainkan makna di balik fakta
penyaliban Yesus. Bagian ini sekedar merangkum pemahaman Kristen akan makna
penyaliban Yesus Almasih dalam terang Kitab Suci.
A. SALIB KRISTUS MENJADI SATU TITIK PERSIMPANGAN
"Orang-orang
Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi
kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu
sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi
untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi,
Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah,” demikian tulis St. Paulus (1 Kor
1:22-24). Ketiga pihak: baik Yahudi, Yunani (-Romawi), maupun Kristiani sepakat
pada satu titik faktual: Yesus dari Nazaret itu mati di kayu salib. Namun,
ketiganya berbeda dalam menafsirkan peristiwa kematian Yesus.
1. BATU SANDUNGAN UNTUK ORANG YAHUDI
Bagi orang Yahudi, Yesus mati di
kayu salib adalah suatu batu sandungan. Sebab dalam Perjanjian Lama dinyatakan,
"Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu
ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, maka janganlah
mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau
menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh
Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu menjadi milik pusakamu" (Ul 21:22-23; bdk. Gal 3:13).
Kematian Yesus di kayu salib, bagi orang Yahudi menjadi tanda bahwa Dia telah
dikutuk oleh Tuhan. Sebab semasa hidup-Nya Dia telah berani melanggar peraturan
hukum Sabat dan menyamakan diri-Nya dengan Allah (bdk. Yoh 10:31-38). Maka di
bawah salib orang-orang Yahudi mengolok-olok Yesus yang tersalib, “Orang
lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja
Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya. Ia
menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah
berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah” (Mat
27:42-43).
Dan ternyata, Yesus yang telah
menghujat Allah itu mati di kayu salib. Dia yang mengaku diri sebagai Mesias,
ternyata mati terkutuk di kayu salib. Di kayu salib itu ternyata Yesus
tidak bisa menyelamatkan diri-Nya sendiri padahal semasa hidup Dia telah banyak
melakukan mukjizat. “Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu
berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat,
dan mereka memuliakan Allah Israel” (Mat 15,31). Bahkan angin-gelombang pun
tunduk pada Yesus, orang mati pun dihidupkan kembali, bahkan, “Bilamana
roh-roh jahat melihat Yesus, mereka jatuh tersungkur di hadapan-Nya dan
berteriak: "Engkaulah Anak Allah” (Mrk 3:11). Tetapi, orang Yahudi
tidak mau percaya bahwa Yesus ini adalah Mesias atau Kristus, karena Dia telah
mati terkutuk di kayu salib. Kematian-Nya di kayu salib menjadi tanda bagi
orang Yahudi, bahwa Allah tidak berkenan kepada Yesus. Dia bukanlah utusan
Allah. Dia bukanlah Mesias yang mereka nanti-nantikan kedatangan-Nya.
2. SUATU KEBODOHAN BAGI ORANG YUNANI-ROMAWI
Orang Yunani-Romawi berusaha
mencari hikmat dan apa yang menguntungkan. Mereka bisa jadi tertarik dengan
ajaran kasih dari Yesus dan berdecak kagum atas banyak mukjizat yang telah
dilakukan-Nya. Tetapi kenapa orang yang sebaik Dia justru mati ngenes di
kayu salib? Bagi orang-orang Yunani, Yesus telah mati konyol di kayu salib.
Suatu tindakan kebodohan. Bukankah masih ada jalan untuk berdiplomasi untuk
menyelamatkan diri? Mengikuti Yesus yang mati di kayu salib sama saja dengan
mengikuti kebodohan. Apa bangganya menjadi murid dari orang yang mati ternista
di kayu salib? Walaupun Dia tidak melakukan tindakan kriminal, tapi Dia telah
tereksekusi di tiang salib, maka nama-Nya tetap menjadi aib dan bahan
olok-olok. Maka bagi mereka, tiada untung dan manfaatnya mengikuti Yesus yang
mati tersalibkan.
3. DALAM TERANG KEBANGKITAN: SALIB ADALAH KEKUATAN DAN
HIKMAT ALLAH
Bagaimana dengan orang Kristen
(para pengikut Yesus Kristus dari Nazaret)? Bila dihadapkan pada satu fakta
kematian Yesus saja, niscaya para pengikut-Nya akan memilih alternatif pertama
atau kedua di atas. Namun, fakta bahwa Yesus yang tersalib dan mati itu
ternyata belum titik! Ternyata, tiga hari kemudian Dia bangkit dan hidup kembali.
Dia menampakkan diri kepada para murid-Nya (lih. mis 1 Kor 15:3-8). Yesus yang
tersalib itu telah dibangkitkan Allah. Dia telah bangkit dengan mulia. Hal ini
menunjukkan bahwa Tuhan sungguh berkenan kepada-Nya, bahwa Dia adalah
benar-benar Kristus, Mesias, Al-Masih, Dia yang terurapi yang kedatangannya
telah dinubuatkan oleh para nabi.
Maka pada hari Pentakosta, 50 hari
setelah kebangkitan-Nya, dengan dipenuhi Roh Kudus St. Petrus berseru, “Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan
kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka. Tetapi Allah membangkitkan
Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap
berada dalam kuasa maut itu. […] Karena itu ia (Raja Daud) telah melihat ke
depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan,
bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya
tidak mengalami kebinasaan. Yesus inilah yang dibangkitkan Allah, dan
tentang hal itu kami semua adalah saksi. Jadi seluruh kaum Israel harus tahu
dengan pasti, bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi
Tuhan dan Kristus" (Kis 2.23-24.32.36). Yesus yang tersalib itu mati, dan kemudian
bangkit lagi; inilah yang diwartakan oleh para rasul.
Kebangkitan-Nya dari kematian
membedakan Yesus dari semua tokoh sejarah yang pernah muncul dan mati, sebab
mereka tidak pernah bangkit lagi. Kebangkitan Yesus dari kematian menjadi pola
dan harapan kita di masa depan, bahwa setelah mati kita pun akan turut
dibangkitkan untuk hidup abadi bersama-Nya. “Karena sama seperti semua orang
mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan
kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut
urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi
milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya” (1 Kor 15:22-23).
Kebangkitan-Nya dari kematian
menjadi jaminan bagi kita akan kebenaran janji Yesus sendiri, "Akulah
kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia
sudah mati, dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan
mati selama-lamanya” (Yoh 11:25-26). Dan sekarang Dia telah
dimuliakan di surga dan telah menyediakan tempat bagi kita, “Janganlah
gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah
Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya
kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan
apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan
datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku
berada, kamupun berada” (Yoh 14:1-3). Dan hanya melalui Yesus-lah kita
menemukan jalan untuk sampai kepada Allah Bapa yang mahakasih, “Akulah jalan
dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau
tidak melalui Aku” (Yoh 14:6).
Demikianlah, ketiga pihak: Yahudi
- Yunani - Kristiani, mengakui fakta bahwa Yesus mati di kayu salib. Hanya saja
mereka mempunyai penafsiran yang berbeda-beda atas peristiwa tersebut. Pihak
Kristiani mengartikan makna dari kematian Kristus dalam terang kebangkitan-Nya,
seperti yang secara singkat akan kita lihat pada bagian berikutnya. Sementara
orang Yahudi menyangkal fakta kebangkitan Yesus. Seandainya para pemimpin
Yahudi mengakui fakta kebangkitan Yesus, otomatis mereka juga akan mengakui
Yesus sebagai Kristus-Mesias. Bila hal demikian yang terjadi, maka semua orang
Yahudi akan mengakui Yesus Kristus pula. Tentu hal demikian akan menggoyang kemapanan
posisi para pemimpin Yahudi. Maka saat para serdadu yang menjaga kubur Yesus
melaporkan bahwa Yesus telah bangkit, mereka pun segera dibungkam dengan suap
dan diminta menyebarkan berita bohong: Di saat para serdadu sedang tidur, para
murid Yesus datang untuk mencuri jenazah-Nya (Mat 28:11-15). Tetapi, bagaimana
mungkin mereka tahu bahwa para murid yang mencuri, bukankah mereka sendiri
tertidur? Namanya juga berita bohong, jadi harap maklum bila ada
lobang-lobangnya.
B. SELAYANG PANDANG TEOLOGI SALIB
Para murid Yesus menyaksikan dua
fakta: Yesus, Guru mereka, mati di kayu salib. Dan tiga hari kemudian Dia telah
dibangkitkan Allah dan kemudian menampakkan diri kepada mereka. Dengan
membangkitkan Yesus dari kematian, berarti Tuhan Allah telah membenarkan hidup,
karya, dan kematian Yesus. Dia sungguh-sungguh utusan Allah. Dia adalah Mesias
yang telah dinubuatkan oleh para nabi.
Namun, satu hal menjadi pergumulan
iman mereka: mengapa Yesus harus mati di kayu salib? Kenapa Mesias ini malahan
harus menderita? Untuk apa Yesus rela sengsara dan wafat di kayu salib padahal
Dia tidak bersalah dan tidak berbuat dosa? Dalam aneka penampakan-Nya, Tuhan
Yesus membuka pikiran-hati para murid tentang Mesias yang telah dinubuatkan
para nabi dan mengapa Dia harus sengsara dan mati di kayu salib. Kepada dua
murid yang dalam perjalanan ke Emaus, Yesus yang bangkit menampakkan diri dan
mengomentari pembicaraan mereka, “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya
hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para
nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam
kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis
tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala
kitab nabi-nabi” (Luk 24:25-27). Para malaikat pun menegur wanita-wanita
yang berziarah ke kubur Yesus, “Mengapa kamu mencari Dia yang hidup, di
antara orang mati? Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa
yang dikatakan-Nya kepada kamu, ketika Ia masih di Galilea, yaitu bahwa
Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan
akan bangkit pada hari yang ketiga” (Luk 24:5-7). Bukankah semestinya para
murid ini mengingat dan mempercayai apa yang telah tiga kali dikatakan-Nya
selama Dia mengajar mereka, yakni tentang masa depan Yesus sendiri, “Anak
Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia,
dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit" (lih. Misalnya Mrk
8:31; 9:31; 10:33-34 dan paralelnya).
Memang tidak seluruh nubuat para
nabi tentang Mesias yang akan datang dipegang teguh oleh orang Yahudi. Mereka
hanya mengingat Mesias jaya yang akan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan
takhta Raja Daud melawan penguasa-penguasa asing. Bahwa nanti bangsa-bangsa dari
segala ujung bumi akan datang untuk membawa upeti dan memberI hormat kepada
Mesias rajawi ini. Tulis Nabi Yesaya tentang kemuliaan Yerusalem kelak, “Sebab
sesungguhnya, kegelapan menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa;
tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu.
Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada
cahaya yang terbit bagimu. Sejumlah besar unta akan menutupi daerahmu,
unta-unta muda dari Midian dan Efa. Mereka semua akan datang dari Syeba, akan
membawa emas dan kemenyan, serta memberitakan perbuatan masyhur TUHAN. Sungguh,
bangsa dan kerajaan yang tidak mau mengabdi kepadamu akan lenyap; bangsa-bangsa
itu akan dirusakbinasakan” (Yes 60:2-3.6.12).
Namun, orang Yahudi tidak pernah
memperhatikan, bahwa para nabi juga telah menubuatkan penderitaan Mesias.
Nubuat tentang Mesias yang menderita itu kurang populer karena tidaklah
menarik. Nabi Yesaya telah menubuatkan demikian, “Ia dihina dan dihindari
orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia
sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun
dia tidak masuk hitungan. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan
tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti
induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak
membuka mulutnya. Sesudah penahanan dan penghukuman ia terambil, dan tentang
nasibnya siapakah yang memikirkannya? Sungguh, ia terputus dari negeri orang-orang
hidup, dan karena pemberontakan umat-Ku ia kena tulah. Orang menempatkan
kuburnya di antara orang-orang fasik, dan dalam matinya ia ada di antara
penjahat-penjahat, sekalipun ia tidak berbuat kekerasan dan tipu tidak ada
dalam mulutnya” (Yes 53:3.7-9).
Kalau dia tidak bersalah, lalu
untuk apa Mesias ini harus menderita? Ternyata Nabi Yesaya juga sudah
memberikan alasan mengapa Mesias itu harus menderita, “Tetapi sesungguhnya,
penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,
padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia
tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan
kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya,
dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba,
masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan
kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes 53:4-6). Maka pertanyaan
atas penderitaan Mesias, bukanlah mengapa? Melainkan untuk siapa Mesias
menderita? Dia memang tidak bersalah, tetapi menderita di kayu salib untuk
menjadi “korban penebus salah” atas dosa dan kesalahan kita. “Tetapi TUHAN
berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya
sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan
lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya” (Yes 53:10). Nubuat
Yesaya ini terpenuhi, Yesus taat sampai mati di kayu salib, maka Dia pun
dibangkitkan dan akhirnya bisa melihat “keturunannya”, bukan keturunan fisik,
melainkan “keturunan rohani” yakni para pengikut-Nya sepanjang masa, “umur
lanjut” juga terpenuhi karena sekarang Dia telah bangkit dengan mulia dan hidup
abadi.
Yesus telah mati sebagai “Korban
Penebus Salah” atas kesalahan dan pemberontakan manusia. Maka benarlah apa yang
telah dinubuatkan oleh St. Yohanes Pemandi (Yahya): "Lihatlah Anak
domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Dialah yang kumaksud ketika kukatakan:
Kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia
telah ada sebelum aku” (Yoh 1:29-30). Kita ingat peristiwa Paskah pertama
di Mesir, bagaimana Tuhan “melewati” rumah-rumah yang jenang pintunya diolesi
dengan darah anak domba paskah, sebaliknya pada rumah yang tiada tanda
demikian, Tuhan pun memasukinya dan lalu membunuh anak sulung dalam rumah itu
(Kel 12:31-30). Demikian pula dalam tradisi Yahudi, mereka mengadakan korban
penebus salah dengan mempersembahkan domba atau lembu yang tidak bercacat dan
mereka yakin dengan percikan darah korban binatang ini kesalahan dan dosa
mereka diampuni Tuhan. Maka tiap kali bersalah, mereka harus membawa korban
kepada Tuhan.
Maka melalui darah Kristus, darah
Anak Domba yang tak bercela, kita menerima pengampunan atas dosa-dosa kita. “Sebab
kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu
warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan
perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang
sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Ptr
1:18-19). Di kayu salib itu Yesus, sekali untuk selamanya, bertindak
sekaligus sebagai imam yang membawa korban persembahan, yakni darah mulia-Nya
sendiri untuk pengampunan dan penebusan dosa dunia. “Sebab, jika darah domba
jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka
yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah
Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada
Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita
dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah
yang hidup” (Ibr 9:13-14). Dialah Imam Agung kita yang membawa korban
darah-Nya sendiri (Ibr 9:12). Kata-Nya pada malam perjamuan terakhir, “Sebab
inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk
pengampunan dosa” (Mat 26:28).
Karena Darah mulia Yesus kita
menerima pengampunan atas dosa dan pelanggaran kita. Yesus - Mesias - Almasih -
Kristus ini telah menjadi penebus bagi kita. Dialah yang telah mengambil alih
hukuman yang semestinya kita panggul sendiri. “Tetapi dia tertikam oleh
karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran
yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh
bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes 53:5). Dia menderita dan
menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia.
Sebab sejak kejatuhan Adam - Hawa
dalam dosa, semua manusia mewarisi dosa asal, yakni kecenderungan untuk berbuat
dosa. Maka dengan kekuatannya sendiri manusia tidak akan mampu mencapai
keselamatan, apalagi untuk berbahagia selamanya bersama Tuhan. Amal - kebaikan
- persembahan korban persembahan kita tidak akan pernah cukup dipakai untuk
“membeli tiket” masuk sorga. Namun, karena Tuhan itu mahakasih dan menghendaki
keselamatan kita semua, maka Tuhan menjanjikan kelak datangnya seorang penebus.
Kepada ular - Iblis yang telah memperdaya Hawa, Tuhan mengutuknya “Aku akan
mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan
keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan
tumitnya” (Kej 3:15). Melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, Yesus telah membayar
lunas “hutang dosa” kita (bdk. 1 Kor 7:23; Kol 2:14). Penebusan demikian
hanya mungkin terjadi bila dari pihak manusia ada korban yang berharga, mulia,
tak bercela, dan tak bercacat. Tetapi siapakah yang murni tiada dosa? Hanya
Yesus dari Nazaret-lah yang hidup tanpa cela dan sanggup melakukan korban
penebusan ini. Dialah Imam Besar kita yang sanggup mempersembahkan korban
penebus salah secara sempurna, sekali untuk selamanya, dengan membawa darah-Nya
sendiri di kayu salib. “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam
besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya
sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr 4:15).
Misi penebusan Yesus - Almasih ini
sudah diwartakan oleh Malaikat Gabriel, kepada St. Yusuf yang masih ragu-ragu
mengambil St. Maria, tunangannya, yang kedapatan telah mengandung, “Yusuf,
anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak
yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak
laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan
menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka" (Mat 1:20-21). Melalui garis
keturunan Yusuf inilah Yesus secara hukum akan diakui sebagai keturunan Raja
Daud. Ya, Mesias harus lahir dari keturunan Raja Daud dan dari kampung Betlehem
(lih. 2 Sam 7:15; Mi 5:2; Yoh 7:42), dan Mesias harus dilahirkan dari seorang
perawan seperti telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya, “Hal itu terjadi supaya
genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu
akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan
menamakan Dia Imanuel" yang berarti: Allah menyertai kita” (Mat 1:20-23;
lih. Yes 7:14).
C. DIBAPTIS: MENERIMA DAN MENGIMANI YESUS SEBAGAI MESIAS -
ANAK ALLAH
Maka setelah mengetahui bahwa
Yesus dari Nazaret ini adalah Mesias yang telah dijanjikan Tuhan, yang
penderitaan-Nya dimaksudkan sebagai penebusan atas dosa dan pelanggaran kita,
apa yang harus kita lakukan? Seru St. Petrus pada hari Pentakosta itu, “Bertobatlah
dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus
Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.
Sebab bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan bagi orang yang masih
jauh, yaitu sebanyak yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita” (Kis 2:38-39).
Dengan menerima pembaptisan, maka kita mengakui dan mempercayai Yesus adalah
Mesias, Allah Putra yang telah diutus untuk menyelamatkan dunia (Yoh 3:16), dan
dengan demikian kita menerima rahmat pengampunan dosa berkat pengorbanan Yesus
di kayu salib.
Rahmat pengampunan telah
ditawarkan oleh Tuhan melalui Yesus Kristus, tinggal kita sendiri mau
menyambutnya, menundanya, mengabaikannya, atau malahan melecehkannya. Semua
berpulang pada diri kita masing-masing karena Tuhan tidak pernah memaksa. Dia
telah memberikan kehendak bebas kepada setiap orang. Tetapi berbahagialah yang
menyambut rahmat yang telah Tuhan tawarkan melalui Yesus Kristus dari Nazaret
ini. Dia telah menantang kita masing-masing:
“Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya
kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut
dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” (Yoh 5:24).
“Dan
Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah
diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada
akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang
melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya
Aku membangkitkannya pada akhir zaman" (Yoh 6:39-40).
Dan hanya melalui Yesus Almasih
dari Nazaret yang telah menumpahkan darah-Nya di kayu salib untuk penebusan
dosa dunia, kita akan sampai kepada Allah Bapa kita yang mahakasih. "Akulah
jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa,
kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Setelah kebangkitan-Nya misi dan
undangan keselamatan Yesus tidak lagi sebatas bangsa Israel (lih. Mat 10:5-6;
15:24), melainkan ditujukan kepada umat manusia seluruh dunia dan dari setiap
generasi sampai akhir zaman (Mat 28:19-20; bdk. Kis 1:8), sebagaimana halnya
para Majus dari Timur telah datang dan menyembah Sang Bayi Mesias (Mat 2:1-12)
sehingga tergenapilah nubuat Nabi Yesaya (60:2-6) dan Simeon (Luk 2:31-32;
Yesus Kristus inilah Sang Terang dari Tuhan yang menjadi pernyataan bagi
bangsa-bangsa lain dan kemuliaan bagi umat Israel).
D. SALIB KRISTUS MEMBERI MAKNA BAGI SETIAP PENDERITAAN KITA
Di padang gurun Nabi Musa telah
membuat dan meninggikan patung ular tembaga sehingga setiap orang yang dipagut
ular tedung - karena telah memberontak terhadap kepemimpinan Musa - bisa
melihat dan menjadi sembuh (Bil 21:9), demikian pula Yesus Kristus yang ditinggikan
di kayu salib akan menyembuhkan setiap orang yang terpagut dosa mau datang
kepada-Nya. “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun,
demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:14-15).
Dan dalam terang kebangkitan-Nya,
kita telah melihat makna penderitaan dan pengorbanan Yesus di kayu salib. Dia
telah menderita untuk orang lain. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari
pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya“ (Yoh
15:13). Melalui salib di Golgota, kita diajak untuk mensyukuri betapa Allah
telah mengasihi kita. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh
3:16). Dan dalam aneka penderitaan: sakit, tertekan, tak berdaya pun -
dalam terang salib dan kebangkitan Kristus - kita bisa memaknai penderitaan
yang saat ini kita alami: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh
menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada
penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol 1:24). Yesus dari
Nazaret tidak pernah mengalami dan merasakan penderitaan sebagai orang yang
terkena stroke, jompo, cacat karena kecelakaan, cacat sejak lahir, diabet dan
kolesterterol tinggi, dsb. Maka kita pun diundang untuk menyatukan penderitaan
kita dengan penderitaan Kristus di kayu salib. Penderitaan yang kita tanggung
dengan ikhlas dan kemudian kita satukan dengan pengorbanan Kristus di kayu
salib akan menjadi silih atas dosa kita sendiri tetapi juga bagi dosa dan
keselamatan orang lain.
Dan sebagaimana Yesus telah rela
memanggul salib, sengsara, dan wafat demi keselamatan dan kebahagiaan kita;
kita pun diundang menanggung beban penderitaan tanggung jawab kita demi
orang-orang yang kita kasihi. Dalam terang salib dan kebangkitan Kristus, jerih
lelah kerja dan beratnya melahirkan dan membesarkan anak tidak lagi kita lihat
sebagai kutukan atas dosa Adam Hawa (lih. Kej 3:16-19), melainkan kita panggul
bersama Kristus demi mereka yang kita kasihi. Bahkan dalam 1 Petrus 4:13-14
dinasihatkan, “bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam
penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada
waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena
nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.” Dan setiap
orang Kristen harus siap menanggung konsekuensi sebagai pengikut Kristus, “Setiap
orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya
setiap hari dan mengikut Aku” (Luk 9:23).
E. SEANDAINYA YESUS TIDAK DIBANGKITKAN
Apa yang terjadi seandainya Yesus
tidak dibangkitkan dari kematian setelah penyaliban? Itu berarti, akan seperti
kesimpulan orang Yahudi, dia bukanlah Mesias, maka kematian-Nya di kayu salib
juga tidak memiliki arti apa-apa, sebab sudah banyak juga orang yang telah mati
dieksekusi dengan disalib. Tetapi korban Yesus di kayu salib menjadi berarti
karena Dia adalah Anak Domba Allah yang tak bercela. Dan Tuhan telah menerima
persembahan korban Yesus dari Nazaret di kayu salib dengan membangkitkan-Nya
pada hari ketiga. Dengan demikian tergenapilah nubuat para nabi. Dengan
demikian Tuhan menyatakan Dia inilah sungguh Mesias Almasih yang telah
dijanjikan sejak Adam Hawa. Dengan demikian, kuasa dosa dan maut dipatahkan!
“Dan jika
Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih
hidup dalam dosamu” (1 Kor
15:17). Ya, jika Yesus Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah kita
mengikuti nabi dari Nazaret yang mati tergantung di salib. Sia-sialah para
martir menyerahkan nyawanya (berbalikan dengan yang melakukan bom bunuh diri)
karena iman akan Kristus. Sia-sialah para minisonaris masuk ke pelosok
pedalaman mewartakan kasih. Sia-sialah para pengikut-Nya memilih hidup selibat
atau memegang ajaran perkawinan monogami dan tak terceraikan.
Tanpa kebangkitan Kristus, agama
Kristen tidak akan pernah ada dan bertahan sampai hari ini. Ketika para
pengikut Kristus terang-terangan mewartakan bahwa Yesus dari Nazaret itu telah
bangkit dari kematian sehingga menggerogoti kemapanan para pemimpin Yahudi,
maka Gamaliel menasihati teman-temanya, “Janganlah bertindak terhadap orang-orang
ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari
manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan
dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu
melawan Allah" (Kis 2:38-39). Ya, bila hal ini berasal dari manusia
akan lenyap! Tetapi setelah 2000 tahun nubuat ini terbukti, bila berasal dari
Allah tidak akan ada kuasa manusia ataupun kuasa kegelapan pun yang bisa
melenyapkannya. Sabda Yesus tentang Gereja yang didirikan-Nya di atas dasar St.
Simeon Petrus, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di
atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan
menguasainya” (Mat 16:18).
Kematian Yesus di kayu salib dan
kebangkitan-Nya dari kematian menandakan bahwa kuasa dosa dan maut telah
dikalahkan. Iblis si Ular tua telah ditakhlukkan. Namun, si Iblis tidak akan
pernah jera untuk menggagalkan rencana keselamatan dari Tuhan. Dia akan terus
menarik manusia dari rahmat keselamatan itu. Sabda Yesus, “Dan inilah
hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai
kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab
barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu,
supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi
barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi
nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah” (Yoh 3:19-21).
Iblis akan terus menggoda dan membujuk manusia untuk tetap hidup dalam
kegelapan dan menjauhi Kristus, Sang Terang Dunia (bdk. Yoh 9:5).
sumber : http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id570.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar